Monday, March 5, 2012

Kelas Non Fiksi (27 Februari 2012)

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum, teman-teman tercinta.
Masih ingat tentang tulisan feature?
"Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap
mampu menggugah emosi - menghibur, memunculkan empati dan keharuan.
Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi "human interest"
atau "human touch" - menyentuh rasa manusiawi.
Karenanya, feature termasuk kategori soft news (berita lunak atau ringan)
yang pemahamannya lebih menggunakan emosi.
Berbeda dengan hard news (berita keras) yang isi dan pemahamannya
lebih banyak menggunakan pemikiran" (Luwi Ishwara-Kompas).
Hari ini kita akan membedah tulisan non fiksi yang saya tulis. Temanya tentang “Faktor Adat Penghambat Nikah”
Kita pasti sudah sering mendengar bahkan mungkin juga pernah mengalami hal sesuai tema tersebut. Mari kita baca dulu tulisan berikut, lalu kita bedah dan kita diskusikan.

Silakan memberi masukan, kritikan dan saran terhadap tulisan di bawah ini.
Kelas akan saya mulai pukul 10 wib dan dibuat open class sampai pukul 21.00 wib. Silakan teman-teman ketik komentar di bawah ini. InsyaAllah nanti malam akan saya simpulkan hasil diskusi kita di sini.
Terima kasih.

Telat Nikah Karena Terbentur Adat
-Ida Fauziah-

Indonesia tercinta merupakan negara yang terdiri dari ribuan pulau, berbagai macam suku bangsa dan ragam budaya. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda.
Begitu pula dengan acara pernikahan atau perkawinan, tidak luput dari peraturan adat. Kita harus bersyukur jika  memiliki latar belakang keluarga yang fleksibel dan tidak menjadikan peraturan adat sebagai suatu keharusan. Tetapi juga tidak sedikit saudara, teman atau kenalan kita yang akhirnya harus mengalami telat nikah karena terbentur peraturan adat.

Persyaratan melamar yang memberatkan
Ada suatu tradisi di daerah tertentu, jika melakukan lamaran, mas kawin  dihitung berdasarkan status sosial dan tingkat pendidikan wanita yang dilamar. Biasanya diukur dengan menggunakan patokan emas. Dengan ukuran satu mayam sama jumlahnya dengan 3,3 gram emas.

Seorang teman yang berasal dari daerah tersebut, berkali-kali batal menikah karena dia seorang yang berpendidikan tinggi dan memerlukan minimal 10 mayam (33 gram emas) untuk dapat melamarnya.

Selain emas sebagai mahar, pihak pria juga harus membawa hantaran. Kendalanya, rata-rata pria yang datang melamar tidak sanggup untuk memenuhi ketentuan adat tersebut.  

Alasan inilah yang menyebabkan dia mengalami proses menunggu yang panjang untuk memasuki gerbang pernikahan.

Adat wanita melamar
Negeri kita ini begitu kaya dengan adat dan budaya. Ternyata ada suatu daerah yang menganut paham bahwa lamaran harus dilakukan oleh pihak wanita. Sebagai syarat untuk  melamar seorang pria, pihak wanita harus menyediakan “uang jemputan” yang cukup besar.

Tentu saja ini memberatkan para wanita di daerah tersebut. Apalagi jika pihak wanita tidak mempunyai pekerjaan sebagai sumber penghasilan tetap. Bagaimana caranya mau melamar? Dan akhirnya banyak wanita usia “kritis” yang belum menikah di daerah tersebut.
           
Adat tidak boleh melangkahi          
Ini juga adat atau sugesti yang terjadi di masyarakat kita. Seorang gadis tidak diperkenankan menikah jika masih mempunyai kakak perempuan yang belum menikah. Ada anggapan jika kakak dilangkahi oleh pernikahan adiknya  maka kakak akan sulit mendapat jodoh.

Padahal kita tahu, jodoh rezeki, hidup dan mati itu adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh-Nya. Tidak akan tertukar dan tidak dapat dihalangi oleh siapa pun dan apa pun. Kenyataan, Ada kakak perempuan dilangkahi oleh pernikahan adiknya dan kakak tersebut juga dapat menemukan jodoh sejatinya.

Demikianlah beberapa peraturan adat yang dapat menjadi penghambat proses pernikahan. Apakah Anda punya kisah tentang peraturan adat di kampung halaman tercinta? Yuk kita diskusi di sini!
Kesimpulan :
Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi - menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung  segi "human interes" atau "human touch" - menyentuh rasa manusiawi.
Maka tulisan non fiksi pada dokumen ini dapat dikategorikan sebagai sebuah tulisan feature.
Terima kasih kepada teman-teman yang telah hadir dan berkenan berkomentar di kelas kita hari ini. Dengan berdiskusi tentang keragaman adat istiadat negeri tercinta, terutama menyangkut faktor adat yang dapat menghambat proses pernikahan, ternyata memiliki daya tarik tersendiri yang dapat menyentuh rasa manusiawi (human touch).Mohon maaf atas segala kekurangan kelas non fiksi hari ini.
Marilah kita tutup dengan membaca, "Alhamdulillah."
Wassalam,
Ida Fauziah

Point of View alias Sudut Pandang


Kelas Fiksi (Jumat, 24 Februari 2012)

Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu'alaikum wr. wb saudaraku sayang,

Kelas bedah fiksi hari ini insyaAllah akan menyoroti tentang POV atau SP. Dalam sebuah cerpen, SP ini dipandang penting dan merupakan salah satu unsur intrinsik yang berpengaruh besar. Berikut tulisan Pak Denny Prabowo soal POV dan jenis-jenisnya.
================
Sudut Pandang (SP) merupakan salah satu unsur fiksi yang dapat digolongkan sebagai sarana cerita. Meski begitu unsur ini tidak bisa dianggap remeh.Apa yang Anda lihat dan rasakan ketika menyaksikan sebuah mobil menabrak sepeda motor, tentu akan berbeda dengan yang dilihat dan dirasa oleh si pengendara mobil yang menabrak, atau si pengendara sepeda motor yang menjadi korban tabrakan. Akibat dari peristiwa itu pun akan berbeda bagi anda, si pengendara mobil, dan si pengendara motor. Sebab itu, pemilihan SP tidak saja akan mempengaruhi penyajian cerita, tetapi juga mempangaruhi alur cerita.

SP sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita. Dengan demikian, SP pada hakikatnya merupakan teknik atau siasat yang sengaja dipilih penulis untuk menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokoh—atau tokoh-tokoh—dalam ceritanya.

Ragam Sudut Pandang
Friedman (dalam Stevick, 1967:118) mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bisa digunakan untuk membedakan SP. Salah satu pertanyaan itu adalah siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga, atau pertama)? Pembedaan SP yang akan saya kemukakan berikut berdasarkan atas pertanyaan tersebut. Secara garis besar ada dua macam SP, yakni, SP orang pertama dan SP orang ketiga. Hanya kemudian dari keduanya terbentuk variasi-variasai yang memiliki konsekuensi berbeda-beda.

1. SP Orang Pertama Tunggal
Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Namun begitu, SP ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku” di dalam cerita itu. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita? atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya?

a. “Aku” tokoh utama
Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh “Aku” inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh “Aku”. Tokoh “Aku” menjadi narator sekaligus pusat penceritaan.

Apabila peristiwa-peristiwa di dalam cerita anda terbangun akibat adanya konflik internal (konflik batin) akibat dari pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, atau harapan dari tokoh cerita, SP ini merupakan pilihan yang tepat. Karena anda akan leluasa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh cerita anda.

Sambil bermain aku melirik topi lakenku. Kulihat sebuah kursi roda. Duduk di kursi roda itu, seorang tua yang wajahnya tak bisa kulihat dengan jelas karena memakai topi laken seperti aku. Rambutnya gondrong dan sudah memutih seperti diriku, namun ketuaannya bisa kulihat dari tangannya yang begitu kurus dan kulitnya yang sangat keriput. Tangan itulah yang terangkat dan tiba-tiba menggenggam sebuah gitar listrik yang sangat indah.
(Cerpen Ritchie Blackmore karya Seno Gumira Ajidarma dalam buku Kematian Donny Osmond)

Perhatikan kata: kulihat pada penggalan cerita di atas. Tokoh “Aku” hanya menyampaikan apa yang terlihat oleh matanya. Begitulah, jika anda memilih SP ini, anda tidak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh-tokoh lain, selain tokoh “Aku”.

Kebanyakan penulis yang menggunakan SP ini, seringkali terlalu asyik menceritakan (tell) keseluruhan cerita, tanpa berusaha menunjukkan (show) atau memperagakannya. Akibatnya cerita menjadi kurang dramatis. Bahkan bukan tidak mungkin, apabila anda memilih SP ini, anda akan kesulita memperkenalkan tokoh, apakah seorang perempuan atau lelaki. Seno Gumira Ajidarma cukup piawai melukiskan tokoh “Aku” lewat adegan dalam penggalan cerita di atas.
Namun, karena cerita dituturkan oleh tokoh “Aku”, anda harus menulis dengan bahasa tokoh “Aku”, sesuai dengan karakter yang telah anda tetapkan. Apabila tokoh anda lebih tua atau lebih muda dari usia anda, akan mempengaruhi bahasa yang bisa anda gunakan. Sebab itu, mengenali dengan baik karakter tokoh anda menjadi sebuah keharusan.

b. “Aku” tokoh tambahan
Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan “Aku” di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh “Aku” bukanlah pusat pengisahan. Dia hanya bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama.

Tetangga saya orangnya terkenal baik. Suka menolong orang. Selalu memaafkan. Apa saja yang kita lakukan terhadapnya, ia dapat mengerti dengan hati yang lapang, bijaksana, dan jiwa yang besar. Setiap kali ia mengambil putusan, saya selalu tercengang karena ia dapat melakukan itu dengan kepala yang kering, artinya sama sekali tidak ketetesan emosi. Tidak hanya terhadap persoalan yang menyangkut orang lain, untuk setiap persoalan pribadinya pun ia selalu bertindak sabar dan adil. Banyak orang menganggapnya sebagai orang yang berhati agung.
(Cerpen Pencuri karya Putu Wijaya dalam buku Protes)

Dalam penggalan cerita karya Putu Wijaya di atas, terlihat tokoh “Saya” mengomentari atau memberikan penilaian pada tokoh utama—tetangganya. SP ini memang mirip dengan SP orang ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat di dalam cerita. Sebab itu dia menjadi sangat terbatas, tidak bersifat mahatahu. Sebagai narator, tokoh “Saya” hanya mungkin mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. Narator melalui tokoh “Aku” bisa saja mengungkapkan apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh “Dia”, namun komentar itu hanya berupa dugaan dari tokoh “Aku”. Atau kemungkinan berdasarkan apa yang diamati dari gerak tubuh tokoh “Dia” atau karakter dari tokoh “Dia” yang memang telah diketahui secara umum.

2. SP Orang Pertama Jamak
Bentuk SP ini sesungguhnya hampir sama dengan SP orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, “Kami”. Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. Perhatikan petikan di bawah ini.

Kami bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran continental yang brengsek. Kami sebut restoran ini brengsek, sebab kami diwajibkan memasak sambil menangis. Bayangkan! Kami mengaduk kuah buntut sambil menangis. Kami memasak nasi goreng, merebus aneka pasta, membuat adonan pizza, memotong daging ayam, mengupas kentang, semua itu kami lakukan sambil menangis. Begitulah. Setiap hari selalu ada saja airmata yang meluncur dari sepasang mata kami; mengalir membasahi pipi, dagu, dan menetes ke dalam setiap masakan kami.
(Cerpen Resep Airmata karya Noor H. Dee dalam buku Sepasang Mata untuk Cinta yang Buta)

Dalam SP ini, pembaca mengikuti semua gerak dan tindakan satu orang atau beberapa orang melalui kaca mata sebuah kelompok. Narator dalam cerita yang berbicara mewakili kelompoknya (“Kami”), tidak pernah mengungkapkan jati dirinya kepada pembaca, seakan-akan dia tidak mempunyai jati diri, selain jati diri kelompoknya. SP orang pertama jamak ini bisa anda pilih, jika anda ingin membuat cerita dengan latar sebuah komunitas kecil seperti sekolah, masjid, keluarga, restoran, dll. Anda bisa memusatkan penceritaan pada seorang tokoh yang memiliki masalah dengan lingkungan sekitarnya. Jika ini yang dipilih, maka “Kami” hanya menjadi tokoh tambahan yang menuturkan konflik yang dialami oleh tokoh utama. Atau justru sekelompok orang itu (“Kami”) yang memiliki masalah dengan lingkungannya, seperti yang bisa kita lihat pada cerpen Resep Airmata, karya Nurhadiansyah. Dengan demikian, “Kami” di dalam cerita sekaligus menjadi tokoh utama, sebagai pusat penceritaan.

3. SP Orang Kedua
Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan apa-apa yang dilakukan oleh orang tersebut. SP ini menggunakan kata ganti orang kedua, “Kau”, “Kamu” atau “Anda” yang menjadi pusat pengisahan dalam cerita.

Kedua lututmu terasa lemas saat kau bersandar pada pemadam api yang baru saja dicat merah, putih, dan biru. Nalurimu ingin berlari mendekati mereka, berteriak, aku juga! Aku juga! Sekarang kau bisa merasakan penyangkalan yang sudah lama sekali kaulakukan; kau ingin berlari dan mengatakan kepadanya tentang kehidupanmu selama tiga puluh satu tahun tanpa dirinya, dan membuatnya berteriak dengan kepastian tanpa dosa: Oh, kau sungguh putri yang cantik!
(Cerpen Main Street Morning karya Natalie M. Patesch, pengarang cerpen asal Amerika)

Pada SP ini pembaca seolah-olah diperlakukan sebagai pelaku utama. Pembaca akan merasa seperti seseorang yang tengah membaca kiriman surat dari kerabat atau orang terdekatnya. Sehingga membuat pembaca menjadi merasa dekat dengan cerita, karena seolah-oleh dialah pelaku utama dalam cerita itu.

4. SP Orang Ketiga Tunggal
Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam SP ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia” atau “Ia”

SP orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita. Pada satu pihak, pengarang atau narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh “Dia”, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat.

a. SP Orang Ketiga Mahatahu
SP ini sering juga disebut SP ‘mata tuhan’. Sebab dia berlaku seperti ‘tuhan’ terhadap tokoh-tokoh di dalam ceritanya. Pengarang atau narator mengetahui segala hal tentang tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan, termasuk motif yang melatarbelakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan tokoh-tokohnya.

“Ya ampun, luar biasa mimpiku ini,” kata Tomas sambil menghela napas, kedua tangannya memegang setir, memikirkan roket, wanita, wiski yang aromanya menyengat, rek kereta api di virginia, dan pesta tersebut.
Sungguh visi yang aneh, pikir makhluk Mars itu, sambil bergegas membayangkan festival, kanal, perahu, para wanita dengan mata berkilauan bagai emas, dan aneka lagu.
(Cerpen Agustus 2002: Night Meeting karya Ray Bradbury)

Dalam SP ini, pengarang bebas memasuki pikiran dua atau tiga orang dan menunjukkannya pada pembaca. Seperti contoh di atas, pengarang seakan tahu apa yang ada di pikiran Tomas, pada saat yang bersamaan dia juga mengetahui apa yang ada di pikiran makhluk Mars.

b. SP Orang Ketiga Terbatas
Dalam SP ini, pengarang juga bisa melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh ceritanya. Namun hanya terbatas pada satu tokoh, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas (Stanton, 1965:26). Pengarang tidak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.

Selalu ada cita-cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Ia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang-kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang—yang berderet tak putus—acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai.
(Cerpen Lagu Malam Braga karya Kurnia Effendi dalam buku Senapan Cinta)

Dari contoh di atas, tampak Kurnia Effendi sebagai pengarang masuk ke dalam benak tokoh “Ia” dan menyampaikan isi kepala tokohnya itu kepada pembaca. Hal ini mirip SP orang ketiga mahatahu. Hanya saja terpadas pada satu orang tokoh saja yang merupakan tokoh utama.

c. SP Orang Ketiga Objektif
Pengarang atau narator dalam SP ini bisa melukiskan semua tindakan tokoh-tokohnya, namun dia tak bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh-tokohnya. Dia hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.

Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan-lahan menghitung tatakan gelas, mengeluarkan pundi-pundi kulit dari kantungnya dan membayar minumannya dan meninggalkan persenan setengah peseta
Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar ke jalan, seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung-huyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan yang tidak tergesa-gesa. Mereka berdua sedang menurunkan semua tirai. “Hari belum lagi jam setengah dua.”
“Aku ingin cepat pulang dan tidur.”
( Cerpen Tempat yang Bersih dan Terang karya Ernest Hemingway dalam buku Salju Kilimanjaro)

Seperti ternampak pada penggalan cerita karya Ernest Hemingway di atas, narator hanya berlaku seperti wartawan yang tengah melaporkan sebuah peristiwa. Posisinya sejajar dengan pembaca. SP ini menuntut ketelitian dalam mencatat dan mendeskripsikan peristiwa, tindakan, latar, samapi ke detil-detil yang terkecil. Narator tak ubahnya sebuah kamera yang merekam dan mengabadikan sebuah objek.

5. SP Orang Ketiga Jamak
Pengarang menjadi narator yang menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kaca mata kolektif. Narator akan menyebut tokoh-tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “Mereka”.

Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan dengan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda, dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja…
(Cerpen Mother karya Natalia Ginzburg, pengarang asal Italia)
  Pada hakikatnya, SP ini mirip dengan SP orang pertama jamak. Pembaca menerima semua gerak dan tindakan satu orang atau beberapa orang melalui kaca mata sebuah kelompok. Perbedaannya ada pada posisi narator yang berada di luar cerita, tidak terlibat dalam cerita yang dituturkannya melalui kaca mata tokoh “Mereka”.

6. SP Campuran
Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam SP. Bahkan, belakangan ini, SP campuran tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan SP yang berbeda-beda menggunakan “Aku”, “Kamu”, “Kami”, “Mereka”, atau “Dia”.

Seketika mata Masayu membuka. Lewat pukul sembilan malam ketika lubang pernafasaannya membaui aroma dari daging yang terbakar. Matanya membelalak menyaksikan api merambat cepat. Dia merasakan panas di sekujur tubuhnya.
***
Pernahkah dalam hidupmu, kau merasakan kebencian yang teramat hebat? Sehingga apapun yang ada di kepalamu selalu tentang bagaiman cara melampiaskannya?
Kami hanya dua gadis lugu yang tak pernah tahu arti membenci. Sebelum perceraian Mami dan Papi menyadarakan kami akan arti memiliki. Kami baru menyadari kalau selama ini kami tak pernah benar-benar memiliki Mami. Mungkin juga begitu yang dirasakan oleh Papi. Sehingga dia lebih memilih berpisah dengan Mami, dari pada hidup bersama tetapi tidak merasa memiliki.
Namanya Melly. Tubuhnya tak lebih dari dua puluh centi. Bulunya kuning pudar dimakan usia. Hidungnya bulat berwarna cokelat tua. Moncongnya putih gading. Kau pasti menduga kalau Melly seekor binatang piaraan? Hampir tepat. Dia memang menyerupai binatang. Tapi bukan binatang. Karena dia tidak bernyawa. Dia hanya sebuah boneka. Boneka beruang kepunyaan Mami. Tapi meski hanya sebuah boneka beruang, di mata Mami, Melly lebih manusia dari manusia. Sehingga ia harus diperlakukan dengan istimewa. Sampai-sampai Mami lupa kalau dia memiliki dua orang putri berusia 13 dan 10 tahun. Dua orang putri bernama Bening dan Rani—kami—yang lebih butuh perlakuan istimewa darinya.
(Cerpen Melly karya Denny Prabowo)

Pada paragraf pertama digunakan sudut pandang “Dia” tokoh Masayu. Pengarang berada di luar cerita. Namun pada paragraf berikutnya pengarang menempatkan dirinya sebagai “Kami” yang berbicara pada “Kau”. Itu berarti, pengarang menjadi pelaku sekaligus narator di dalam ceritanya. Sebagai narator, tokoh “Kami” bertutur tentang tokoh lainnya bernama Melly.

Dalam penggunaan SP campuran, dimungkinkan terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke tokoh lainnya. Dengan begitu, pembaca akan memperoleh pandangan terhadap suatu peristiwa atau masalah dari beberapa tokoh.

------------------------
Naaaahhhh, semoga sedikit materi dari Pak Denny (sok akrab hihihi) tersebut bisa menambah wawasan kita.

Berikut ini ada kiriman naskah dari Abu Ahmad lewat seorang saudara kita tercinta di sini. Silakan dibedah ya mbak2 sayang... kita fokuskan pada POV atau SP lalu ke unsur instrinsik lainnya. Yuk, dimulaiiii...

==============================

Ku Titipkan Cintaku PadaMu
Oleh: Abu Ahmad

              Aku kenal derit bunyi rem motor ini. Pasti dia datang lagi. Aku pun cepat-cepat membalikkan badanku ke arah dinding. Nah,sekarang si Dijah teman kos dan kuliah ini gak bisa melihat raut panik ku. Sudah dua kali dia datang. Minggu lalu dia datang bersama teman kegiatan masjid kampus kami. Beberapa hari yang lalu dia datang lagi. Kali ini, dia sendirian. Ah, sebahagian hatiku suka kalau dia datang. Aku kagum akan keluasan berfikirnya, semangatnya. Walau watak keras Sumateranya sering nampak, tapi kelembutan hatinya melingkupi aura dirinya. Satu lagi yang aku suka, dia tidak menampakkan kesukaannya pada siapapun diantara kami.  Dua kali dia berkirim surat padaku, isinya melulu pertanyaan, bantahan dia, atau interpretasi dia soal agama. Ketika di Masjid, dia cool aja tuh kalau ngomong dengan satu diantara kami berlima satu kost ini. Dan kalau kuperhatikan si Dijah,si Yuni, si Alfi, atau Inong yang tukang ngomong sekalipun, keliatan grogi. Aku...? Iya, aku suka kehilangan kata-kata kalau ngomong dengan dia.

Itulah masalahnya dan sumber kebingunganku saat ini. Aku pengen dia tersibghroh dengan gerakan da'wah yang aku geluti ini. Aku membayangkan kota Lampung ini punya daya juang yang kuat untuk menegakkan kalimah Allah dengan kebersamaannya. Sesuatu yang aku cita-citakan ketika meninggalkan kota kelahiranku Bandung.
 "Jaga dirimu, Ahlam. Jangan larut, dan kamu harus bergerak membentuk halaqoh-halaqoh. Ini jalan Allah, ini pasti ada rencana Allah, kenapa kamu tidak keterima di itebe, dan harus ke Sumatera." Pesan murobiyah ku ketika aku menapaki bus antar provinsi yang akan membawaku ke tanah swarna dwipa ini.

Tapi tiap kali aku berinteraksi, rasa sukaku padanya tumbuh dan bertambah-tambah. Padahal, akulah orang yang mewanti-wanti mad'u ku agar tidak terlibat dalam cinta picisan. Insya Allah, jodoh itu ditangan Allah, cukuplah kita berkonsentrasi pada da'wah kita dan kuliah kita. Padahal aku tidak bisa menyembunyikan mukaku yang memerah ketika pandangan mata kami bertemu. Ya, Allah. Lindungilah hatiku, lindungilah da'wahku. Selamatkan aku dari nafsu durjana.

 Tidak, dia adalah seorang yang menjaga pandangannya. Ketika dia datang, dia duduk didekat pintu, dia menunduk, waktu itu dia mendebat sesuatu yang aku utarakan, dan dia mengangkat pandangannya. Tiba-tiba dadaku seperti tertabrak sesuatu yang besar dan kuat, kemudian aku seperti bisa merasakan mengalirnya darah ditubuhku, dan panasnya pipiku. Inikah cinta? Atau setan-setan telah berenang di aliran darahku. 
A'udzubillah,tsumma a'udzubillahiminassyaithonniroojim.

"Mbak...mbak Ahlam, bangun tu kayaknya bunyi motor bang Aslam". Dijah mengguncang punggungku. Ah..rupanya si Dijah juga dah hapal juga bunyi motor tua itu.

Tok...tok...tok...Ada yang mengetuk pintu rumah kami.

"Ayo donk mbak, pasti dia nyari mbak deh...Aku bukain ya pintunya..." Dia dengan sigap mengambil jilbab kaosnya yang memang dipersiapkan untuk urusan emergency kalau gak sempat pake jilbab panjang kainnya. 

Aku memperlambat gerakan mengenakan jilbabku. Aku masih mencari ruang agar kegalauanku hilang sebelum aku keluar menemuinya.

"Assalaamu'alaikum, mbak Ahlam ada?"
"Wa'alaikum salaam. Ada akhi, mau ketemu?" Aduh Dijah..Dijah...bener-bener ni si Dijah. Itu bener-bener pertanyaan bodoh yang hanya menunjukkan ke grogianmu Dijah sayaannnng. Aku tersenyum sendiri di kamar mendengar pertanyaan si Dijah. 

"Ah, nggak,terima kasih. Tolong sampaikan pada mbak Ahlam kalau saya mau bicara di masjid pas waktu mentoring anak-anak. Assalaamu'alaikum" Kemudian bunyi deru mesin motornya terdengar lagi. Menjauh...

Nah lho, hilang senyum ku tadi. Aku pikir dia cuma berbasa-basi bertanya. Aku pikir dia datang memang datang untuk berjumpa dengan ku. Duh, ampun deh...kok jadi geeran gini sih?

"Lho Dijah, gak diajak masuk tamunya....?" Kini aku yang keliatan bloonnya bertanya gitu pada si Dijah. 
"Gak, tamunya gak mau masuk. Dia nyariin anti, dia bilang mo bicara pas mentoring anak-anak" Dijah ngelonyor masuk ke kamar, melepas jilbab kaosnya dan baring di tempat tidur.

***
Dari kejauhan, aku melihat motor Aslam di parkir di pelataran masjid. Ya, dia tiap minggu membawa beberapa keponakannya di mentoring anak-anak. Di kepalaku, masih seribu pertanyaan berawan. Napa ya, dia mo ngomong pas mentoring anak-anak ini. Gak biasanya dia keg gini. Iya, biasanya dia bicara pada semua orang secara terbuka, jarang dia ngomong dengan spesifik pada orang tertentu.
Oh, mungkin dia punya rencana besar dan ide buat mentoring anak-anak ini. Dan, mungkin, dia sudah sedikit kenal konsep syiri dalam dakwah. Dijaman sekarang, gak bisa ngomong sembarangan. Semester lalu, kami mengadakan dauroh baca iqra, mengundang ustadz dari pesantren, intel kodam ikut nimbrung. Untung intelnya intel melayu, ngaku intel bahkan bagi-bagi kartu nama. Sebelum ngaku juga kita udah tahu, masak orangnya sama tapi koq baju seragamnya tuker-tuker. Kemaren pake baju pertamina, besoknya pake baju merpati.

Aku duduk di halaqohnya Yuni yang sedang bercerita tentang kisah Nabi Musa Alaihissalaam dibawah pohon jambu disudut taman masjid kampus. Tak lama kulihat Aslam berjalan ke arahku. Dia menundukan kepalanya pada Yuni, bahasa isyarat dia minta izin untuk bicara denganku.

"Ukhti, anti ada waktu sekarang?" Tanyanya padaku.
"Oh, iya. Disini aja ngobrolnya?" Aku balik bertanya padanya.
"Ehh...gimana kalau kita bicara di dalam masjid?"
"Ehmmm, eh Yun, aku bawa Kibtiyah dan Nisa ya" Aku pun menarik tangan kedua mad'u nya si Yuni.

"Ada apa akhi? Apa yang bisa saya bantu?" Kataku sambil membelai2 rambut Kibtiyah.

"Bismillah. Gini ukhti, saya berencana membentuk keluarga sakinah. Insya Allah, kedua orangtua adalah da'iyah dan anak-anak mereka adalah para jundi, singa Allah" Katanya datar dan serius.

"Oh bagus itu akhi, keluarga siapa yang akan kita bina? Dalam hatiku, pemuda ini punya ghirah da'wah yang sangat kuat.
Beberapas saat dia terdiam.

"Maaf, ukhti, anti gak ngerti maksud yang ana sampaikan? Dia bertanya lagi.

Nah lho....bentar-bentar, aku mencoba memahami lagi kalimat yang dia lontarkan, aku me-rewind rekaman otakku.
Duh mak, koq aku jadi lemot gini sih. Aku jadi kesal dan malu sendiri. Masak sih, lamaran yang jelas, jernih bagai kristal itu tak kumengerti. Aku kemudian membetulkan dudukku. Aku tersenyum akan kebodohanku tidak menangkap sindiran seorang pemuda yang mengucapkan dengan lugas dan dimulai dengan menyebut nama Nya.

"Gini akhi, pertama-tama terima kasih. Terima kasih telah melamar saya. Terima kasih juga telah melakukannya seperti apa yang saya harapkan. Inilah yang betul akhi. Pernikahan tanpa harus coba-coba, rayu-rayu, nonton bareng, pacaran, yang membuka peluang godaan syaithon. Terimah kasih telah memakai jalan selamat ini dan terima kasih antum mengucapkannya dengan atas nama Allah." Aku mencoba tidak menampakkan kepanikanku sebagai perempuan yang baru menerima lamaran. Dia ingin menikahiku.

"Ana, ana baru berencana berbicara dengan antum soal da'wah yang harus lebih ditata dalam jamaah. Entahlah, apakah ana terlambat ngomong, atau antum terlalu cepat melamar ana. Ana kepinginnya antum masuk dalam jamaah yang berikrar menegakkan kalimah Allah. Jamaah itu penting akhi, bahkan dalam perjalanan 1-2 orang pun harus memilih siapa pemimpin mereka. Apatah lagi kalau berda'wah. Sudah sunnahnya kita harus melakukannya bersama-sama, bukan sama-sama berda'wah. Ana tahu, antum bukan orang yang gampang terpengaruh dan berpendirian. Kalau antum adalah orang yang tidak berpendirian, mungkin antum sudah tergelincir pada aliran-aliran sesat yang lagi marak dikampus kita dan banyak teman-teman yang punya semangat keislaman seperti antum jatuh pada lumpur kesesatan. Ana ingin antum masuk pada jamaah yang punya target membersihkan tauhid dan syahadah ummat. Cobalah, antum pelajari, selami, kemudian beristikhorohlah sebelum antum memutuskan akan bersama jamaah ini. Insya Allah ini akan mempertemukan kita kembali di Jannah Nya nanti." Aku melepaskan beban yang begitu berat.

"Akhi, maaf, ana harap kita tidak ada ikatan apapun setelah ini. Jika antum telah merasa siap, silahkan antum datang ke orangtua ana dan melamar ana."

"ukhti, terima kasih. Ana pun tidak terpikir akan pacaran. Walau ana orang baru di lingkungan mesjid ini. Ketika ana tengah mencari-cari jalan hidup anaana banyak beli buku- buku agama. Sejak liburan semester yang lalu ana ikut pengajian yang dibentuk oleh seorang teman dari asal Bengkulu. Setelah ana rasakan beberapa pertemuan, koq isinya sama seperti buku-buku yang pernah ana baca. Ana cocok, dan ana sebenarnya telah menyerahkan diri ana di jalan Nya. Satu lagi, murabbi ana bilang kalau dia kenal abang anti. Dia bilang dia kenal juga dengan murabbi abang anti di Bandung. Wallahu'alam, mungkin sebenarnya, kita telah dalam satu jamaah sejak dulu. Baiklah ukhti, jikalau pernikahan kita tertulis di Lauful Mahfuz, insya Allah kita akan menikah. Kalau tidak, Allah pasti berikan yang terbaik buat kita berdua. Assalaamu'alaikum." Dia menundukkan kepalanya kemudian berdiri dan berjalan menjauhiku. Tak lama kemudian,dia sudah tenggalam dalam kegiatan mentoring pagi ini. 

***
Sudah satu setengah tahun aku kuliah di IKIP Bandung ini. Ada peraturan baru, kalau mahasiswa bisa pindah ke universitas negeri lain jika ada tempat. Mulanya, aku pikir sesuatu yang tidak mungkin. Sebab peraturan itu banyak ditentang oleh banyak kalangan. Banyak yang menduga itu akal-akalan pejabat atau orang-orang kaya yang anaknya tidak bisa bersaing di universitas top. Jadinya, yang penting masuk dulu di daerah, kemudian pindah ke universitas unggulan. Ketika pindah dari Lampung, Aak Gungun menjemputku. Ada sekitar tiga hari Aak Gungun berinteraksi dengan Aslam. Mereka naik motor bareng, makan di restoran, makan dirumah Aslam, menyusuri daerah-daerah transmigran yang kata Aslam sebagai potensi da'wah. Sebelum keberangkatan kami, Aslam masih sempat menawarkan Aak Gungun untuk pindah ke Lampung." Medan da'wah ini sangat besar, antum diperlukan disini" kata Aslam waktu itu.
Ketika aku menapaki tangga bus antar provinsi, dia menganggukkan kepalanya padaku. Kemudian dia memeluk erat Aak Gungun. Aak Gungun mencoba tersenyum. Ketika bus mulai bergerai, airmata Aak Gungun mengalir. Kami tak banyak berkata-kata selama perjalanan pulang itu. Aku rasa, Aak Gungun jatuh cinta pada Lampung dan sepakterjang Aslam. Begitu sampai rumah, Aak Gungun langsung menelopon ke Lampung. Bersurat-suratan dengan Aslam.

Aslam pernah datang pada liburan semester pertama aku di Bandung. Nginep malah. Kali ini Aak Gungun yang membawanya keliling-keliling. Aak Gungun pesan khusus ke ummi untuk masak istimewa menjamu Aslam. Setelah itu, dalam satu semester, ada dua atau tiga kali Aslam menelepon kerumah, dan biasanya kalau gak cari Aak Gungun, Aslam ngobrol dengan Apak. Kami tidak pernah kontak, ketemu pun tidak, bahkan waktu dia nginep dirumah, di pavilion Aak Gungun. Aku masih menunggu Aslam datang melamarku ke orangtuaku.

***
"Ahlam..., nanti malam akan ada yang datang melamarmu. Namanya Yusuf, kuliahnya dah hampir selesai di Teknik Industri itebe. Apak dah tanya ke Aakmu, dia bilang Yusuf anak baik. Dia anak pengajian. Aakmu kenal dengan ustadz dia. Bukankan kalau datang seorang pemuda shaleh melamarmu, kita harus menerimanya? Gimana menurutmu nak?" Apak mengejutkanku dengan informasi ini ketika kami menyantap bubur buatan Ummi.

"Ahlam sih ikut apa yang terbaik menurut Apak dan Ummi aja." Kataku lirih......

***
Singkatnya, aku tengah dikamar rias pengantin. Alhamdulillah, Apak dan Ummi menerima pendapatku ketika aku menolak dipakaikan pakaian ada yang ada sisa-sisa ajaran bukan islam. Aku tidak bermake-up menor. Memakai baju pengantin muslimah dan jilbab panjang putih bersih. Kira-kira setengah jam lagi akad akan dilangsungkan. Dijah menemaniku dikamari rias pengantin ini. Dia datang dari Lampung kemaren. Dia satu-satunya orang yang aku ceritakan tentang lamaran Aslam waktu itu. Sebenarnya aku ingin merahasiakan. Seperti sunnah, lamaran dirahasiakan, pernikahan diberitakan. 

Tok..tok..tok....
"Ahlam...." Suara Aak Gungun memanggilku.
"Iya Ak...masuk aja" Kataku.
"Ada telepon dari Aslam" Aak Gungun menongolkan kepalanya dari balik pintu.

Aku menatap Dijah. Kemudian berjalan keluar ke arah telepon. Nampaknya para undangan sudah mulai memenuhi ruang tamu di depan. 

"Assalaamu'alaikum" Ujarku ditelepon.
"Wa'alaikum salaam. Selamat ya, semoga pernikahannya berkah dan diberikan keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah. Maaf ya, selama satu setengah tahun ini ana mencoba meyakinkan orangtua ana. Mereka meminta ana menyelesaikan kuliah sebaik dan secepat mungkin. Ana pikir, permintaan mereka itu durable, wajar dan bukan maksiat. Jadinya ana rada-rada coba ngebut dan fokus pada kuliah aja. Rencananya, liburan ini ana mau ketemu Apak anti dan minta jalan akan kesulitan ana. Tapi....bukan jodoh. Ana tahu kemaren dari Asep yang kebenaran pulang ke Bandung karena masalah keluarga." Ucapannya masih seperti biasa. Datar.
"Oh iya, tapi......ini aqadnya masih setengah jam lagi koq!" Aduh Ahlam....lagi-lagi engkau berbuat kebodohan, apa maksudmu ngomong seperti itu, ujarku memarahi diriku sendiri. Gimana kalau Aslam menanggapinya secara serius? Ya Allah, lindungi kami semua Ya Rabb. 
"Ah...becanda kamu.....hahaha, aku bukan superman bisa terbang dan tiba sebelum aqad nikahmu" Ah baru kali ini dia mencandaiku dan aku mendengar tawanya.
"Assalaamu'alaikum. Salam buat Aak, Apak dan Ummi ya...." Ujarnya mengakhir penbicaraan telepon.
"Wa'alaikum salaam......" Aku meletakkan gagang telepon.

***
"Sah !" ujar para saksi.
Dijah memelukku erat. Menangis dipundakku.
"Ahlam....." suara Dijah menghilang.

Aku tersenyum. Aku titipkan cintaku pada Allah. Kini aku memberikan seluruh cintaku dijalan Allah untuk suamiku. Suamiku.....engkau adalah cintaku, belahan jiwaku.

Nizwa, Oman
Musim Panas 2011
Teruntuk kekasihku Afifah Azzahrah, ibu permata hatiku Asadillah, Abdurrahiem, Abdulhaq, dan Aqilah.

Note:
Ana = saya
Anti= anda (perempuan)
Antum = jamak dari anta = anda lelaki = antum adalah pengucapan halus untuk anta
Akhi = saudaraku (lelaki)
Ukhti = saudaraku (perempuan)
Murabbi = guru = ustadz 
Mad'u = murid
Aak = abang (sunda)
Apak = Ayah (sunda)
Ummi = ibu
============================================================
Kesimpulan:

Cerpen berjudul Kutitipkan Cintaku PadaMu buah karya Abu Ahmad ini sangat keren. Berdasarkan komentar dan ilmu yang telah kita pelajari beberapa pekan ini, berikut kesimpulan yang saya ambil:
1. POV/SP
Cerpen ini mengambil SP orang pertama tunggal: aku. Secara pribadi, awalnya saya masih meraba-raba, tokohnya perempuan apa lelaki. Nahhh, inilah kebiasaan buruk saya. Saya selalu menganggap penulis lelaki membuat tokoh lelaki dan penulis perempuan demikian juga. RUpanya tak boleh begitu yaa... buktinya, Abu Ahmad menggunakan tokoh utama seorang perempuan. Ini sulit menurut saya. MEski begitu, ternyata Abu Ahmad berhasil menjiwai sang tokoh, hingga kita bisa merasakan gerak gerik khas perempuan dalam tokoh tersebut, :-)
2. Alur
Cerpen ini mengambil alur maju.
3. Setting
BEberapa bagian dalam cerpen ini mengungkapkan setting lokasi dan suasana. Cukup kental, meski akan lebih indah jika settingnya dipertajam. Usul saya, penulis bisa menggambarkan kota Lampung secara lebih spesifik, suasana masjid tempat mentoring dilakukan dsb.
4. Konflik
Jika kita cermati, konflik di cerpen ini cenderung datar. Menurut hemat saya, konflik dibangun dalam hati Ahlam, yaitu saat ia berjuang untuk tetap menjaga hatinya terhadap kehadiran Aslam. Usul saya, konfliknya bisa dipertajam. Misalnya gundah hati Ahlam saat menerima Yusuf, keinginan manusiawi dari Ahlam saat bertanya-tanya keberadaan Aslam yang menghilang, dsb. Maaf jika saya salah ya mbak Sayang... tapi sebagai manusia, saya pikir wajar jika cerpen tersebut menyajikan hal tersebut. Dengan penajaman konflik, pembaca akan lebih berkesan terhadap ending yang sudah ditetapkan di atas, :-) CMIIW, :-)
5. Tema
Tema cerpen ini sangat memikat. Terlebih jika dimuat dalam majalah remaja. Berdakwah kepada anak2 remaja kita melalui cerpen insya ALlah bisa lebih diterima daripada sekedar nasihat atau ceramah, :-) terima kasih untuk Abu Ahmad, semoga selalu diberikan kemudahan untuk menulis, :-)
6. Gaya penulisan
Benar komen salah seorang teman di bawah, bahwa materi yang serius jika dituturkan dengan santai akan lebih mudah kita terima. Penulis memang pandai meramu kata hingga cerpen ini ringan dicerna. MEski demikian, penggunaan bahasa baku tetap lebih diutamakan. Baku tak selalu kaku, kan? Nah, baru pas dialog digunakan bahasa yang sebenarnya terjadi... (deuhhh, bingung mo ngomongnya, hihihi... ada yang bisa bantu?)

Sekali lagi, terima kasih untuk mbak Iffah dan Abu Ahmad yang berkenan mengirimkan tulisan kerennya di kelas kita ini... mohon maaf jika ada bahasa saya yang tidak berkenan dalam hati mbak dan suami, yaa...

saya selalu PJ mohon maaf jika dua minggu ini kelas kita lambat dan kurang disiplin. Ada masalah dengan sarana di rumah saya, :-)

semoga ilmu yang kita pelajari bermanfaat, aamiin...
peluk dari Johor :-)

PJ: Ary Nur Azzah