Monday, March 5, 2012

Kelas Non Fiksi (27 Februari 2012)

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum, teman-teman tercinta.
Masih ingat tentang tulisan feature?
"Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap
mampu menggugah emosi - menghibur, memunculkan empati dan keharuan.
Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi "human interest"
atau "human touch" - menyentuh rasa manusiawi.
Karenanya, feature termasuk kategori soft news (berita lunak atau ringan)
yang pemahamannya lebih menggunakan emosi.
Berbeda dengan hard news (berita keras) yang isi dan pemahamannya
lebih banyak menggunakan pemikiran" (Luwi Ishwara-Kompas).
Hari ini kita akan membedah tulisan non fiksi yang saya tulis. Temanya tentang “Faktor Adat Penghambat Nikah”
Kita pasti sudah sering mendengar bahkan mungkin juga pernah mengalami hal sesuai tema tersebut. Mari kita baca dulu tulisan berikut, lalu kita bedah dan kita diskusikan.

Silakan memberi masukan, kritikan dan saran terhadap tulisan di bawah ini.
Kelas akan saya mulai pukul 10 wib dan dibuat open class sampai pukul 21.00 wib. Silakan teman-teman ketik komentar di bawah ini. InsyaAllah nanti malam akan saya simpulkan hasil diskusi kita di sini.
Terima kasih.

Telat Nikah Karena Terbentur Adat
-Ida Fauziah-

Indonesia tercinta merupakan negara yang terdiri dari ribuan pulau, berbagai macam suku bangsa dan ragam budaya. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda.
Begitu pula dengan acara pernikahan atau perkawinan, tidak luput dari peraturan adat. Kita harus bersyukur jika  memiliki latar belakang keluarga yang fleksibel dan tidak menjadikan peraturan adat sebagai suatu keharusan. Tetapi juga tidak sedikit saudara, teman atau kenalan kita yang akhirnya harus mengalami telat nikah karena terbentur peraturan adat.

Persyaratan melamar yang memberatkan
Ada suatu tradisi di daerah tertentu, jika melakukan lamaran, mas kawin  dihitung berdasarkan status sosial dan tingkat pendidikan wanita yang dilamar. Biasanya diukur dengan menggunakan patokan emas. Dengan ukuran satu mayam sama jumlahnya dengan 3,3 gram emas.

Seorang teman yang berasal dari daerah tersebut, berkali-kali batal menikah karena dia seorang yang berpendidikan tinggi dan memerlukan minimal 10 mayam (33 gram emas) untuk dapat melamarnya.

Selain emas sebagai mahar, pihak pria juga harus membawa hantaran. Kendalanya, rata-rata pria yang datang melamar tidak sanggup untuk memenuhi ketentuan adat tersebut.  

Alasan inilah yang menyebabkan dia mengalami proses menunggu yang panjang untuk memasuki gerbang pernikahan.

Adat wanita melamar
Negeri kita ini begitu kaya dengan adat dan budaya. Ternyata ada suatu daerah yang menganut paham bahwa lamaran harus dilakukan oleh pihak wanita. Sebagai syarat untuk  melamar seorang pria, pihak wanita harus menyediakan “uang jemputan” yang cukup besar.

Tentu saja ini memberatkan para wanita di daerah tersebut. Apalagi jika pihak wanita tidak mempunyai pekerjaan sebagai sumber penghasilan tetap. Bagaimana caranya mau melamar? Dan akhirnya banyak wanita usia “kritis” yang belum menikah di daerah tersebut.
           
Adat tidak boleh melangkahi          
Ini juga adat atau sugesti yang terjadi di masyarakat kita. Seorang gadis tidak diperkenankan menikah jika masih mempunyai kakak perempuan yang belum menikah. Ada anggapan jika kakak dilangkahi oleh pernikahan adiknya  maka kakak akan sulit mendapat jodoh.

Padahal kita tahu, jodoh rezeki, hidup dan mati itu adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh-Nya. Tidak akan tertukar dan tidak dapat dihalangi oleh siapa pun dan apa pun. Kenyataan, Ada kakak perempuan dilangkahi oleh pernikahan adiknya dan kakak tersebut juga dapat menemukan jodoh sejatinya.

Demikianlah beberapa peraturan adat yang dapat menjadi penghambat proses pernikahan. Apakah Anda punya kisah tentang peraturan adat di kampung halaman tercinta? Yuk kita diskusi di sini!
Kesimpulan :
Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi - menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung  segi "human interes" atau "human touch" - menyentuh rasa manusiawi.
Maka tulisan non fiksi pada dokumen ini dapat dikategorikan sebagai sebuah tulisan feature.
Terima kasih kepada teman-teman yang telah hadir dan berkenan berkomentar di kelas kita hari ini. Dengan berdiskusi tentang keragaman adat istiadat negeri tercinta, terutama menyangkut faktor adat yang dapat menghambat proses pernikahan, ternyata memiliki daya tarik tersendiri yang dapat menyentuh rasa manusiawi (human touch).Mohon maaf atas segala kekurangan kelas non fiksi hari ini.
Marilah kita tutup dengan membaca, "Alhamdulillah."
Wassalam,
Ida Fauziah

1 comment:

  1. Tulisannya kecil
    jadi agak susah membacanya
    salam kenal
    follow blog saya ya
    http://infoejaman.blogspot.com/

    ReplyDelete