Monday, February 13, 2012

[Kelas Kamis] Kelas Bedah Nonfiksi

Kelas Bedah Non Fiksi, oleh Ida Fauziyah


Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum wr.wb.

Halo ibu-ibu keren di seluruh penjuru dunia. Kita diskusi tentang tulisan non fiksi lagi yuk….

Alhamdulillah sudah ada dua tulisan yang masuk. Nama sengaja saya rahasiakan ya.
Terima kasih buat dua ibu cantik yang bersedia tulisannya dibedah di kelas ini.

Kita bedah sama-sama dulu ya…InsyaAllah setelah kelas selesai,  hasil diskusi akan saya rangkum di sini.

Yuk silakan di bedah :





Celio Wants to be a Policeman 


Kalimat tersebut ditulis oleh Miss Karen, guru Celio, di buku diary Celio. Lalu kutanya, 

"Celio, kata Miss Karen, Celio mau jadi policeman?".

 "Iya", jawabnya. 

"Kenapa?" tanyaku lagi. 

Masih teringat dibenakku kala Celio berumur 3 tahun dia ingin menjadi astronot, sampai sering berkata, "Bunda, Iyo mau ke luar angkasa", katanya sehabis menonton Discovery channel tentang perjalanan NASA. 

Sebenarnya dalam hati aku tertawa, mungkin dalam pikirannya ke luar angkasa itu mudah sekali seperti naik pesawat dan pulang ke Indonesia. 

"Nanti ya kalau Celio sudah besar bisa ke luar angkasa",  jawabku sambil tersenyum. Dia juga berkata akan mengajak aku dan papanya untuk ikut bersamanya. Perasaan antusiasnya terhadap luar angkasa itu yang mendorong aku, papanya, dan ma ichanya (kakakku) untuk membeli buku-buku, CD, dan mainan tentang luar angkasa, seperti pesawat atlantis-NASA. Sebelum tidur adalah ritual membaca buku, kubacakan dan kami lihat bersama gambar-gambar di buku itu, dia sempat hapal urutan planet dari yang terdekat dengan matahari sampai yang terjauh, galaksi, komet, meteorit, dan sebagainya yang ada di buku sudah menjadi santapannya hampir tiap malam. Sampai-sampai pergi ke luar angkasa adalah menjadi bujukanku jika Celio malas bangun pagi untuk pergi ke sekolah dan itu ampuh. "Celio kalau ngga sekolah nanti ga pinter, ga bisa pergi ke luar angkasa loh. Kan yang jadi astronot itu orang yang pinter", bujukku. Dan dia pun mau bangun.


Kesimpulan diskusi untuk tulisan Pertama :

1.Tulisan pertama termasuk tulisan non fiksi yang biasa dimuat di blog pribadi. Isinya tentang pengalaman yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari.
2. Panjang tulisan tidak ada batasan. Boleh hanya satu paragraf atau boleh dua halaman, tiga halaman atau lebih.
3. Untuk tulisan blog pribadi, boleh menggunakan bahasa yang santai yang enak dibaca dan dinikmati pembaca.
4.Untuk tulisan di blog pribadi biasanya juga dilengkapi dengan foto penunjang yang sesuai dengan kejadian yang kita tulis tersebut.
5.Untuk perbaikan tulisan yang dibedah, hindari kalimat yang panjang. Karena pembaca menjadi ngos-ngosan membacanya dan akan menyebabkan rasa bosan.
6.Perhatikan juga EYD. Pada tulisan ini ada yang salah. Misalnya untuk istilah asing, seharusnya diketik miring (italic).



Ketika Berpisah Adalah Solusi

Terhenyak aku membaca sms masuk dari seorang teman pengajian yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri.

“Alhamdulillah Ima dan Dzaky baik-baik saja Uni, sekarang Ima hijrah ke Bangko. Insya Allah sekarang Ima lagi mengurus perceraian Ima. Mohon doanya ya Ni.” Sungguh, tak habis pikir rasanya sms ini datang dari seorang akhwat yang saya kenal betapa kuat ruhiyahnya. Pikiranku melayang beberapa bulan terakhir. Ketika itu aku dan teman-teman pengajianku menyempatkan untuk bersilaturahmi ke rumah Ima. Kami sudah lama sekali tidak bertemu sejak aku hijrah ke India dan kebetulan juga dia baru saja dikarunia seorang putra bernama Dzaky. Ketika sampai dirumah Ima, aku melihat sosok ibu muda yang sangat keletihan dan badannya mengurus. Waktu itu aku hanya berpikir karena anaknya masih sangat kecil dan dia juga disibukkan oleh pekerjaannya sebagai seorang dosen maka wajar saja dia tampak letih.



Ima adalah seorang sosok perempuan aktivis yang sangat bersemangat. Aku mengenalnya di sebuah kelompok pengajian di kota kelahiranku, Padang. Waktu itu dia masih berstatus mahasiswi tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi. Dia sangat jarang mengeluh dan menceritakan masalah pribadinya. Dia berusaha mencari solusi sendiri tanpa mau merepotkan orang lain. Tak habis pikirku kenapa bisa perceraian menimpa rumah tangganya yang sepintas aku lihat baik-baik saja. Dengan rasa penasaran, aku hubungi dia malam itu juga.

Begitu tenang dia menceritakan masalah rumah tangganya yang sudah di ujung tanduk. Sementara aku tak henti-hentinya menghapus air mata yang tak bisa ditahan demi mendengar kisah pernikahannya yang sangat tragis. Dia tetaplah sesosok wanita yang berusaha tegar dan tidak mau dikasihani orang.

“Uni, sebenarnya ketika Uni dan teman-teman datang mengunjungi Ima beberapa waktu lalu, kami sudah banyak masalah di rumah.” Begitu Ima memulai percakapan kami ditelepon.

“Yang benar saja ukhti? Uni tidak melihat kalian seperti orang yang sedang bermusuhan, malah suami Ima terlihat sangat baik di depan kami.” Jawabku.

“Benar Uni, tetapi suami Ima sangat pandai dalam menyembunyikan kebusukannya.” Lanjutnya.
“Terus kenapa Ima tidak cerita selama ini kepada kami, atau minimal Ima curhat kepada murabbi kita?” Dengan keheranan aku bertanya padanya.

“Ima berusaha untuk menyimpan masalah ini dan berusaha menyelesaikannya sendiri Uni, tetapi ternyata Ima tidak bisa. Rasa sakit yang Ima pendam selama ini seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.” Jawabnya dengan terbata-bata.

Begitulah, pernikahannya yang kurang dari tiga tahun terpaksa harus karam. Suami Ima ternyata bukanlah suami yang seperti dibayangkannya sebelumnya. Sepanjang pernikahannya, kerap kali suaminya melontarkan tuduhan yang tidak-tidak kepadanya. Dia dituduh berzina, hingga suaminya sendiri tidak mengakui kalau Dzaky adalah darah daging mereka. Dia menuduh istrinya berzina hanya gara-gara istrinya tidak bisa melayani dia ketika malam pertama karena waktu itu Ima sedang datang bulan. Tidak hanya tuduhan perzinahan dilontarkan kepada Ima, tetapi juga dia menguras tenaga istrinya sendiri. Ima dipaksa untuk membiayai kehidupan mereka termasuk menyekolahkan suaminya lagi dan juga menafkahi keluarga suaminya. Sementara suaminya yang juga bekerja tidak pernah lagi memberikan nafkah sejak lama.

Dia berusaha bersabar menghadapai perangai jelek suaminya. Bahkan ketika dia sedang hamil besar, dan waktu itu dini hari di bulan Ramadan, dia terpaksa keluar rumah sendirian untuk membeli lauk hidangan sahur. Sementara suaminya enggan menemani istrinya keluar malam sendirian dengan alasan dia masih mengantuk dan tidak akan makan sahur. Dengan menangis dan setengah ketakutan dia berjalan keluar rumah sendirian.

Ketika Dzaky lahir, dia berusaha memberikan ASI untuk bayinya. Tengah malam air minum gallon mereka habis, dan Ima meminta suaminya untuk keluar membeli air. Tetapi yang didapat olehnya hanyalah teriakan kasar dari suaminya. Suaminya tidak mau membeli air, dan tidak peduli dengan anaknya yang merengek kehausan karena ASI ibunya yang sudah kering.

“Bahkan ketika Dzaky baru lahir pun, tidak ada keceriaan nampak di wajah ayahnya. Dia sering sekali merasa bahwa Dzaky bukan anaknya,” lanjut Ima tentang suaminya.

“Berkali-kali dia minta maaf pada Ima, tetapi dia ulangi lagi tuduhan-tuduhan kasarnya. Sampai akhirnya Ima diusir dari rumah kami yang Ima bayar sewanya dengan hasil jerih payah Ima sendiri, Uni…” lanjut Ima sambil terisak.

Begitu kejamnya perlakuan suami Ima terhadap dirinya, membuat keputusan bercerai adalah jalan satu-satunya bagi penyelesaian rumah tangga mereka. Terlebih tidak ada upaya dari suami Ima untuk memperbaiki diri dan melakukan mediasi. Aku pun tidak bisa melarang sahabatku Ima untuk membatalkan gugatan cerainya. Aku sungguh kasihan melihat adikku yang dibuat tidak berdaya oleh suaminya sendiri. Semoga dengan perceraian ini menjadikan Ima lebih kuat dan tetap bersemangat menjalani hidup demi buah hatinya.

Kesimpulan diskusi  bedah tulisan dan Masukan untuk tulisan kedua :

1.Tulisan termasuk tulisan non fiksi ala chicken soup.
2.Panjang tulisan ala chicken soup, 3 – 5 halaman.
3. Perhatikan dialog. Keberadaan dialog untuk menghidupkan cerita dan membantu alur cerita.
4.Perhatikan tata cara penulisan dan EYD. Pada tulisan ini masih ada yang salah.
5.Jika sumber tulisan merupakan pengalaman orang lain, ada baiknya kita harus minta izin dulu kepada yang bersangkutan, untuk menulis kisahnya ke dalam tulisan.






No comments:

Post a Comment